Layakkah Patrick Kluivert Dipertahankan Sebagai Pelatih Timnas Indonesia Usai Gagal ke Piala Dunia 2026?

Layakkah Patrick Kluivert Dipertahankan Sebagai Pelatih Timnas Indonesia Usai Gagal ke Piala Dunia 2026?

Dua kekalahan di Jeddah menutup perjalanan timnas Indonesia dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026. Patrick Kluivert kini berada di bawah tekanan besar setelah gagal memenuhi target besar PSSI. Sebagian publik menilai sang legenda Belanda layak diberi waktu lebih lama, sementara sebagian lainnya menuntut perubahan cepat di kursi pelatih.

Mimpi yang Pupus di Jeddah

Harapan besar publik untuk melihat Garuda berlaga di Piala Dunia 2026 harus berakhir dengan kekecewaan. Kekalahan 1-0 dari Irak di laga pamungkas membuat Indonesia tersingkir dan menutup perjalanan mereka di putaran keempat. Bagi Kluivert, hasil ini menjadi pukulan telak sekaligus ujian berat dalam karier kepelatihannya di Asia.

Pelatih asal Belanda itu datang dengan ekspektasi besar setelah menggantikan Shin Tae-yong pada Januari 2025. Namun, catatan delapan pertandingan resminya menunjukkan hasil yang naik-turun: tiga kemenangan, dua hasil imbang, dan tiga kekalahan — termasuk dua hasil telak dari Jepang (0-6) dan Australia (1-5).

Kini, publik terbelah antara dua pandangan: memberi waktu lebih bagi Kluivert atau memutus kerja sama dan memulai lembaran baru.


Pihak yang Mendukung: “Kluivert Butuh Waktu dan Proses”

  1. Adaptasi dan Filosofi Baru
    Kluivert membawa pendekatan sepakbola Eropa modern yang menekankan penguasaan bola dan progresi cepat. Pola ini membutuhkan waktu agar pemain bisa benar-benar memahami dan menerapkannya secara efektif. Mengganti pelatih sekarang berarti memulai lagi dari awal dan mengulang proses adaptasi yang sama.
  2. Perkembangan di Laga-Laga Kunci
    Meski hasil akhir mengecewakan, permainan tim di laga kontra Arab Saudi dan Bahrain menunjukkan kemajuan. Para pemain mulai mampu menerapkan instruksi ofensif Kluivert, meski konsistensi di lini belakang masih menjadi pekerjaan rumah besar.
  3. Nama Besar dan Jaringan Internasional
    Kehadiran Kluivert memberikan nilai prestise dan membuka akses ke jaringan sepakbola Eropa. Ia memiliki koneksi untuk memfasilitasi uji coba internasional, kerja sama klub, dan penjaringan pemain diaspora. Potensi jangka panjang ini menjadi alasan mengapa sebagian pihak meminta kesabaran.
  4. Stabilitas Kepelatihan
    Seringnya pergantian pelatih dianggap salah satu penyebab stagnasi sepakbola nasional. Memberikan kesempatan jangka panjang kepada Kluivert bisa menjadi pondasi penting bagi pembangunan tim nasional yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Pihak yang Menolak: “Hasil Adalah Segalanya”

  1. Gagal Capai Target Utama
    PSSI mengontrak Kluivert dengan tujuan utama: membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia. Gagal di target utama ini, bagi banyak pihak, sudah cukup untuk menilai proyeknya tidak berjalan sesuai rencana.
  2. Kekalahan Telak dan Minim Identitas
    Kalah telak dari Jepang dan Australia membuat publik mempertanyakan arah permainan tim. Tidak hanya soal hasil, tetapi juga bagaimana strategi Kluivert terlihat rapuh dan mudah dibaca oleh lawan-lawan kuat di Asia.
  3. Kemunduran dari Era Sebelumnya
    Di bawah Shin Tae-yong, timnas dikenal tangguh dan disiplin secara taktik. Era Kluivert justru menunjukkan penurunan pada aspek organisasi pertahanan. Bagi para pengkritik, ini adalah kemunduran dari fondasi yang sudah dibangun sebelumnya.
  4. Pendekatan Taktis yang Tidak Realistis
    Kluivert kerap menerapkan permainan terbuka bahkan melawan tim yang jauh lebih unggul secara kualitas. Strategi ini dianggap terlalu berisiko dan menunjukkan ketidakmampuan membaca situasi pertandingan dengan realistis.

PSSI di Titik Penentuan

Kini, PSSI menghadapi keputusan besar. Mempertahankan Kluivert berarti melanjutkan proyek jangka panjang dengan harapan hasil akan terlihat di Piala Asia 2027 atau turnamen berikutnya. Namun, risiko stagnasi tetap menghantui jika hasil buruk berlanjut.

Sebaliknya, mengganti pelatih bisa memuaskan publik yang menuntut perubahan cepat, tetapi juga mengembalikan tim pada siklus lama: mulai dari nol, adaptasi baru, dan ketidakpastian hasil.

Keputusan apa pun yang diambil nantinya akan menentukan arah masa depan sepakbola Indonesia. Yang dibutuhkan saat ini bukan reaksi emosional, melainkan evaluasi mendalam dan keputusan yang benar-benar rasional.

Liputan oleh Goalpedia.me